A. Perkembangan Jiwa Beragama Pada Remaja
Pada
hakekatnya masa remaja yang utama adalah masa menemukan diri, meneliti sikap
hidup yang lama dan mencoba yang baru untuk menjadi pribadi yang dewasa. Lebih jauh
Elisabeth B. Hurlok menjelaskan bahwa masa remaja merupakan periode peralihan,
sebagai usia bermasalah, masa mencari identitas, masa yang tidak realistis
serta sebagai ambang masa depan.[1]
Masa
remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa masa berada dalam peralihan atau
di atas
jembatan goyang, yang menghubungkan masa anak-anak yang penuh kebergantungan
dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.
Apabila
seorang remaja telah merasa dapat bertanggung jawab untuk dirinya sendiri dan mampu bertanggung jawab atas setiap tindakannya dan bisa menerima kenyataan hidup
yang ada dalam
masyarakat dimana ia hidup, maka waktu itu dia sudah dapat dikatakan dewasa.
Kendatipun
masa remaja itu tidak ada batas umurnya yang tegas, yang dapat ditunjukkan, namun dapat kita
kira-kirakan dan perhitungkan sesuai dengan masyarakat lingkungan remaja itu
sendiri. Meski
besar atau kecilnya kegoncangan yang dialami oleh remaja dari berbagai tingakat
masyarakat, namun dapat dipastikan bahwa kegoncangan remaja itu ada terjadi.
Dalam
kondisi jiwa yang demikian, agama mempunyai peran penting dalam kehidupan
remaja. Memang kadang-kadang kita melihat kenyakinan remaja terombang-ambing,
tidak tetap,
bahkan kadang-kadang berubah, sesuai dengan perubahan perasaan yang dilaluinya.
Suatu hal yang tidak dapat disangkal adalah bahwa remaja itu secara potensial
telah beragama.[2]
B. Sikap Beragama Pada Remaja
Berbagai
ragam cara dilakukan oleh remaja untuk mengekspresikan jiwa keberagamaannya. Hal
ini tidak terlepas dari pengalaman beragama yang dilaluinya. Menurut penulis,
ekspresi dan pengalaman beragama tersebut dapat dilihat dari sikap-sikap
keberagamaannya.
Terdapat empat
sikap remaja dalam beragama, yaitu:
1.
Percaya
Ikut-ikutan.
Kebanyakan para remaja percaya kepada Tuhan dan
menjalankan ajaran agama karena terdidik di dalam lingkungan beragama, juga karena
ibu bapaknya beragama, teman-teman dan masyarakat sekelilingnya yang beribadah,
maka mereka ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama
sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana dia hidup.
Percaya
ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang
didapat dari keluarga dan lingkungan.
Namun
demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun).
Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai
dengan perkembangan psikisnya.
2.
Percaya Dengan
Kesadaran
Terjadinya kegelisahan, kecemasan, ketakutan bercampur
aduk dengan rasa bangga dan kesenangan srta bernacam-macam pikiran dan khayalan
sebagai perkembangan psikis dan pertumbuhan fisik, menimbulkan daya tarik bagi
remaja untuk memperhatikan dan memikirkan dirinya sendiri.
Semangat
keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang
mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan
agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia
tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan saja. Biasanya semangat agama
tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun.
3. Percaya, Tetapi Agak Ragu-Ragu
Keraguan
kepercayaan remaja terhadap agamanya, dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa
dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
b.
Keraguan disebabkan adanya kontradiksi
atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya atau dengan
pengetahuan yang dimiliki.
4.
Tidak Percaya
Atau Cenderung Pada Ateis
Perkembangan
ke arah tidak percaya pada Tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari
masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman
orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang
tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun termasuk kekuasaan Tuhan. Disamping
itu, keadaan atau peristiwa yang dialami, terutama kebudayaan dan filsafat yang
melingkupi, juga ikut mempengaruhi pemikiran remaja.[3]
C. Faktor-Faktor
Perkembangan Agama Pada Remaja
1. Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide
dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanak sudah
tidak begitu menarik baginya.
Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun
sudah tertarik pada masalah kebudayaan. Sosial,
ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
2. Perkembangan perasaan
Berbagai
perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis dan estesis
mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam
lingkungannya. Kehidupan religius
akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat kearah hidup yang religius pula. Sebaliknya bagi
remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih
mudah didominasi dorongan seksual.
3. Pertimbangan sosial
Corak
keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan
keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan materi. Remaja
sangat bingung menentukan pilihan itu, karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya
untuk bersikap materialis.
4. Perkembangan Moral
Perkembangan
moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi.
Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencapai :
a.
Self – direktif, taat terhadap agama
atau moral berdasarkan moral pribadi.
b.
Adaptife, mengikuti situasi lingkungan
tanpa mengadakan kritik.
c.
Submife, merasakan adanya keraguan
terhadap ajaran moral
dan agama.
d.
Unadjuflet, belum meyakini akan
kebenaran ajaran agama dan moral.
e.
Defian, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan
moral masyarakat.
5. Sikap Dan Minat
Sikap
dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan
hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang
mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).[4]
Faktor lain yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan-kebutuhan
yang tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya
kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan
dalam empat bagian yaitu : kebutuhan akan keselamatan, kebutuhan akan cinta,
kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan kebutuhan yang timbul karena adanya
kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2000.
Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2004.
Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan
Bintang, 1979.
http://mahmud09-kumpulanmakalah.blogspot.com/2013/12/perkembangan-jiwa-beragama-sikap.html
[1] Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
2004), 63.
[2] Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), 68.
[3] Sururin, Ilmu Jiwa Agama………….., 72.
[4] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2000), 76.
Sign up here with your email